Kamis, 24 November 2011

Rela Dimasukkan ke Dalam Neraka

    Nabi Musa a.s. suatu hari sedang berjalan-jalan melihat keadaan ummatnya. Nabi Musa a.s. melihat seseorang sedang beribadah. Umur orang itu lebih dari 500 th. Orang itu adalah seorang ahli ibadah. Nabi Musa a.s. kemudian menyapa dan mendekatinya. Setelah berbicara sejenak ahli ibadah itu bertanya kepada Nabi Musa a.s.: "Wahai Nabi Musa a.s., aku telah beribadah kepada Allah s.w.t selama 350 tahun tanpa melakukan perbuatan dosa. Dimanakah Allah s.w.t akan meletakkanku di syurgaNya?.Tolong sampaikan pertanyaanku ini kepada Allah s.w.t ". Nabi Musa a.s. mengabulkan permintaan orang itu. Nabi Musa a.s. kemudian bermunajat memohon kepada Allah s.w.t agar Allah s.w.t memberitahukan kepadanya dimana ummatnya ini akan ditempatkan kelak.
    Allah s.w.t, berfirman,"Wahai Musa sampaikan kepadanya bahwa Aku akan meletakkannya di dasar Neraka-Ku yang paling dalam". Nabi Musa a.s, kemudian mengkhabarkan kepada orang tersebut apa yang telah di firmankan Allah s.w.t, kepadanya. Ahli ibadah itu tekejut. Dengan perasaan sedih ia beranjak dari hadapan Nbi Musa a.s, Malamnya ahli ibadah itu terus berfikir mengenai keadaan dirinya. Ia juga terfikir bagaimana dengan keadaan saudara-saudaranya, temannya,dan orang lain yang baru beribadah selama 200 tahun, 300 tahun, dan mereka yang belum beribadah sebanyak dirinya, dimana lagi tempat mereka kelak di akhirat. Keesokan harinya ia menjumpai Nabi Musa a.s, kembali, Ia kemudian berkata kepada Nabi Musa a.s, "Wahai Nabi Musa a.s, aku rela Allah s.w.t, memasukkan aku kedalam Neraka-Nya, akan tetapi aku meminta satu permohonan. Aku mohon agar setelah tubuhku dimasukkan ke dalam Neraka maka jadikanlah tubuhku ini sebesar-besarnya sehingga seluruh pintu Neraka tertutup oleh tubuhku ini jadi tidak akan ada seseorang pun yang akan masuk ke dalamnya". Nabi Musa a.s, menyampaikan permohonan orang itu kepada Allah s.w.t, Setelah mendengar apa yang disampaikan oleh Nabi Musa a.s. maka Allah berfirman,"Wahai Musa sampaikanlah kepada umatmu itu bahwa sekarang Aku akan menempatkannya diSyurga-Ku  yang paling tinggi".
    Uraian kisah menunjukkan bahwa derajat yang tinggi di sisi Allah hanya di dapatkan seseorang hamba yang mau memikirkan saudara-saudaranya, dan sanggup berbuat sesuatu untuk saudara-saudaranya, sabda nabi  " Khoirunnaasanfa'uhum linnaas"
    Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang paling bermanfaat untuk orang lain.

Selasa, 15 November 2011

Mendidik Anak ala Rasulullah

    Raulullah menjadi teladan bagi kita umatnya dalam segala hal, salah satunya dalam mendidik anak menjadi generasi islami di masa depan. Banyak tuntunan yang diberikan Rasulullah, namun ada beberapa hal yang mungkin dianggap kurang esensial namun tetaplah penting. Diantaranya sebagai berikut.
 Menyuruh Anak Tidur setelah Isya'
    Rasulullah dan para sahabatnya mengakhiri shalat isya'. Karena itu, Umar memerintahkan agar anak-anak dan istrinya menunaikannya pada awal waktu supaya mereka segera tidur , Umar pergi menemui Rasulullah, lalu berkata,"Wahai Rasulullah, Mari kita shalat, kaum wanita dan anak-anak telah tidur." Rasulullah pun keluar rumah, sedangkan dari kepala beliau menetes air bekas wudhunya. Beliau bersabda,"Seandainya tidak memberatkan umatku atau manusia, aku pasti memerintahkan mereka agar shalat (isya') pada waktu sekarang ini." (H.R.Bukhari,Kitab Tamani,6698).
    Memisahkan Tempat Tidur Anak Sejak Usia 10 Tahun 
    Rasulullah bersabda, "Perintahkan anak-anak kalian mengerjakan shalat bila telah menginjak usia 7 tahun dan pukullah mereka karena meninggalkannya bila telah berusia 10 tahun dan pisahkan tempat tidur mereka...." (Shahih Sunan Abu Dawud,466 dan Ahmad,6467)
Rasulullah Tidak Pernah Memukul Anak, Tapi Beliau Menjelaskan Aturan Memukul dan Bahaya Memukul
    Abu Umamah menjelaskan bahwa Rasulullah pernah menerima dua anak. Beliau memberikan salah seorang dari keduanya kepada Ali. Beliau berpesan ,"Jangan pukul dia karena aku melarang orang yang shalat dan aku melihatnya mengerjakan shalat sejak kami terima."(Shahih Adabil Mufrad,121)
Aisyah berkata, "Rasulullah tidak pernah memukul dengan tangannya, baik terhadap istri maupun pelayannya, kecuali bila berjihat di jalan Allah."(7) Rasulullah juga bersabda,"Seorang yang kuat bukanlah orang yang dapat membanting orang lain. Tetapi, orang yang kuat ialah yang mampu mengendalikan dirinya saat sedang marah." (Muttafaq Alaih)
Jangan Manjakan Anak dan Menuruti Semua Kemauannya  
    Khaulah binti Hakim berkata, Rasulullah bersabda,"Sesungguhnya (memanjakan) anak itu bisa menjadi penyebab kikir,pengecut,bodoh, dan sedih."(Shahih Al Jami',1990)
    Dibalik kecintaan dan kasih sayang orang tua kepada anaknya, Rasulullah tidak menginginkan adanya sikap memanjakam secara berlebihan dan memperturutkan semua keinginan anak. Sehingga sang anak nanti akan berbuat sesukanya dan menuruti semua yang diinginkannya, tanpa ada yang melarangnya.
Orang tua yang bersikap seperti ini sama dengan melakukan tindak kejahatan yang besar terhadap anaknya sendiri. Sikap memanjakan dan memberikan kasih sayang yang berlebihan ini mengakibatkan anak merasa tidak pernah ada yang melarang bila berbuat kesalahan serta sama sekali tidak pernah dibiasakan untuk taat kepada Allah dan memelihara batasan-batasan hukum-Nya.
Mengajari Etika Berbicara dan Menghormati yang Lebih Tua
    Abdurrahman bin Sahl dan Huwayyishah bin Mas'ud datang menghadap kepada Rasulullah. Abdurrahman membuka pembicaraan , maka Rasulullah bersabda,"Hormatilah yang lebih tua! Hormatilah yang lebih tua!"(Muttafaq Alaih).
    Rasulullah sendiri apabila putrinya, Fatimah, masuk menemuinya, beliau bangkit menyambutnya dan mencium serta mendudukannya di tempat duduknya. Begitu pula sebaliknya, apabila beliau masuk menemuinya, ia bangkit menyambutnya dan menciumnya serta mempersilahkannya duduk di tempat duduknya."(Ibnu Abdil Tamhid:XXIII,204)
    Ketika Sa'ad bin Mu'adz hendak masuk ke masjid dan telah berada di dekatnya, Rasulullah bersabda kepada orang-orang Anshar,"Berdirilah kalian untuk menghormati pemimpin kalian atau orang yang terbaik di antara kalian."(Muttafaq Alaih)
   

Hakim ibn Hazm Sahabat Nabi yang Dermawan

    Dia adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW, yang tercatat masih keluarga Nabi karena merupakan kemenakan dari Siti Khadijah, istri Rasulullah. Hakim dikenal dengan kerendahan hatinya, bersedia membantu orang lain yang sedang tertimpa kesulitan. Satu hal yang unik dari Hakim, ia tercatat satu-satunya orang yang lahir di dalam ka'bah. Ini terjadi karena sang Ibunda bersalin dikala sedang berdoa dalam Ka'bah pada saat festifal di kota Makkah, sebagaimana tradisi wanita pada saat festival selalu berdoa didalam Ka'bah.
    Hakim dibesarkan dari keluarga yang berada, namun orang tuanya tidak pernah memanjakannya. Sifat kemurahan hatinya ditempa pada saat ia diberi tugas untuk membantu jamaah haji yang sedang membutuhkan pertolongan. Tak jarang ia merogoh kantungnya sendiri untuk orang-orang jamaah haji yang membutuhkannya saat itu.
    Sebenarnya ia besar bersama Rasulullah, jauh sebelum Muhammad menjadi Nabi. Meski demikian, ia baru memeluk Islam pada saat peristiwa penaklukan Mekkah, yang berarti 20 tahun setelah Rasulullah mensyi'arkan Islam secara terang-terangan. Karena itu penyesalannya tampak pada saat ia mengucapkan kalimat syahadat, ia terus menangis hingga sehari setelahnya. Ia menyesali kenapa baru pada saat itu ia memeluk Islam, ia menyesal banyak waktu yang terbuang untuk melakukan kebaikan dalam naungan syariat agama yang mulia ini.
    Untuk menebus rasa bersalah itulah, ia menjual sebuah bangunan bersejarah miliknya bernama Daran-Nadwah. Di tempat itu, biasanya para pemuka Quraysy berkumpul dan berdiskusi tentang banyak hal, bahkan membuat rencana jahat terhadap Nabi. Dijualnya bangunan tersebut seharga 100 ribu dirham,lalu diinfaqkannya seluruh hasil penjualan itu untuk dakwah di jalan Allah.
    Kedermawanannya tidak berhenti sampai disitu. Saat melaksanakan ibadah haji, ia menyembelih sekitar 100 ekor unta dan membagi-bagikan dagingnya kepada fakir miskin di seluruh kota Mekkah. Ketika di padang Arafat, bersamanya ada 100 budak, Hakim juga membebaskan mereka setelah diberikan bekal masing-masing segenggam perak.
    Seusai perang Hunain, dia meminta sejumlah rampasan perang kepada Rasul. Dia kemudian meminta lebih dan Rasul memberikannya. Hakim belum lama memeluk Islam akan tetapi Rasul amat pemurah kepada mereka yang memeluk Islam agar mereka bersedia menerima Islam sepenuhnya. Hakim pun mendapatkan rampasan perang yang cukup banyak.
    Maka Rasul pun berkata kepada Hakim,"Wahai Hakim! Segera harta benda ini amatlah menarik. Siapa saja yang memilikinya dan merasa puas dengannya akan diberkahi sebaliknya siapa tidak puas, tidak akan di berkahi.Dia akan seperti orang makan namun tidak akan pernah merasa kenyang. Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah."
    Petuah Rasul ini sangat membekas di hatinya. Dia merasa tersentuh dan lantas berkata kepada Rasul,"Ya utusan Allah, aku tidak akan meminta kepada siapapun selain kamu untuk apapun." Sejarah mencatat,Hakim benar-benar menepati ucapannya. Sahabat Rasul ini tidak pernah meminta apapun juga kepada orang lain hingga dia meninggal dunia.

Minggu, 13 November 2011

Haji Berkah Tanpa ke Makkah

    Makkah saat musim haji. Waktu siang yang terik, tersebutlah seorang ulama sufi, Abdullah bin Al-Mubarak sedang melepas penat di salah satu Masjidil Haram. Saat di antara tidur dan terjaganya, sayup-sayup ia mendengar perbincangan dua malaikat.
    Malaikat yang pertama bertanya pada temannya.
    "Berapa banyak orang yang berhaji pada tahun ini?".
    "Enam ratus ribu!" jawab temannya.
    "Lantas berapa banyak yang hajinya di terima oleh Allah?".
    "Hanya dua, Ibnu Mubarak dan Seorang tukang sepatu di Damsyiq yang bernama Muwaffaq. Sayang Muwaffaq tidak dapat datang ke tanah suci ini, ia hannya sampai di depan pintu rumahnya saja. Tapi justru berkat haji Muwaffaq inilah semua umat muslim yang melaksanakan ibadah haji pada tahun ini diterima ibadahnya".
    Adbullah bin Al-Mubarak kaget dan terbangun mendengar pembicaraan itu. Rasa penasaran meliputi benaknya. Bukan karena namanya yang disebut. Namun perhatiannya pada  sosok yang disebut-sebut bernama Muwaffaq. Siapa gerangan dia? Apakah yang telah dilakukannya hingga mencapai derajat yang mulia dan Allah menerima ibadah haji seluruh umat muslim karenanya? Padahal ia sendiri berhalangan hadir ke tanah suci.
    Setelah menyelesaikan ibadah hajinya, bergegas Ibnu Mubarak menuju Damsyik. Ia bertekat menyelidiki sekaligus menimba ilmu dari Muwaffaq. Sesampainya di depan pintu rumah Muwaffaq, Ibnu Mubarak sempat terpana. Muwaffaq yang dicarinya ternyata jauh dari gambarannya yang ia kira, sebagai seorang ulama ataupun seorang ahli ibadah. Muwaffaq hanya seorang laki-laki biasa. Sederhana bahkan terkesan polos. Dengan rasa ingin tahu yang besar , Ibnu Mubarak langsung menceritakan apa yang dialaminya di Masjidil Haram, sekaligus bertanya apa yang telah diperbuat oleh Muwaffaq hingga derajatnya mulia di sisi Allah.
    Selanjutnya mengalirlah sebuah rangkaian kisah yang menakjubkan dari mulut lelaki sederhana penambal sepatu ini:
    Muwaffaq, sebenarnya sudah lama ingin menunaikan ibadah haji. Dua belas tahun lebih ia menabung untuk bekal hajinya. Tapi karena kemiskinannya, bekal itu tidak pernah terkumpul. Hingga di tahun itu, Allah memberinnya rizqi dengan uang tiga ratus dirham hasil dari pekerjaannya membuat dan menambal sepatu. Dengan bekal uang itulah ia sudah berniat dan bersiap menunaikan ibadah haji .
    Menjelang hari keberangkatannya, ia berpamitan pada tetangga dan sanak saudaranya, sekaligus memohon doa. Saat perjalanan pulang dari rumah kerabatnya, istrinya mencium bau makanan di rumah seorang tetangganya. Istri Muwaffaq ingin sekali mencicipi makanan itu. Muwaffaq tidak ingin mengecewakan istrinya. Maka ia mengetuk pintu rumah tetangganya, yang ternyata seorang perempuan setengah baya. Saat ia meminta sedikit makanan untuk istrinya, secara mengejutkan perempuan itu berkata:"Maaf tuan, makanan ini halal untuk kami, tapi haram untuk Anda...!".
Muwaffaq perlahan menanyakan mengapa wanita itu berkata demikian.
    Akhirnya, wanita itu membuka rahasianya pada Muwaffaq.Sebenarnya ia adalah ibu dari anak-anaknya yang sudah yatim. Dan sudah tiga hari dirumah itu tidak ada makanan. Dan tidak ada seorang pun yang berkenan mengulurkan tangan untuk membantu kesulitan mereka. Di hari keempat, sang ibu keluar mencari makan untuk anak-anaknya. Sampai ia menemukan bangkai khimar (sejenis daging kuda) di tempat sampah, diantara sisa-sisa makanan. Dengan sangat terpaksa ia potong sebagian dagingnya dimasak sekedar untuk makan anak-anaknya. "Oleh karena itu aku katakan pada anda bahwa makanan itu halal untuk kami, tetapi haram bagi anda," jawab wanita itu.
    Mendengar jawaban wanita itu, Muwaffaq kembali kerumah. Diceritakannya pada sang istri perihal kesulitan yang dialami tetangga mereka. Istri Muwaffaq menangis dan mengangguk setuju saat Muwaffaq memutuskan menyerahkan seluruh uang bekal hajinya pada ibu itu. Diserahkannya uang itu. Semuanya."Belanjakan uang ini untuk anak-anakmu yang yatim itu!".katanya.
    Mendengar penjelasan Muwaffaq, pahamlah Ibnu Mubarak mengapa Muwaffaq sampai mendapat derajat yang mulia meski dia batal datang ke Makkah.

Kamis, 10 November 2011

Umar bin Abdul Azis Khalifah di Balik Reformasi Ekonomi Umat

    Umar bin Abdul Azis muncul di persimpangan  sejarah umat Islam di bawah kepemimpinan dinasti Bani Umaiyah, yang pada saat itu dikenal dengan gaya hidup yang mewah, boros dan korupsi.
    Khalifah sebelumnya, Abdul Malik bin Marwan telah mangkat. Kebingungan menyelimuti benak Umar bin Abdul Azis. Ia tidak cukup keberanian diangkat jadi khalifah. Bukan saja karena persoalan internal kerajaan yang kompleks, tapi juga karena ia sendiri bagian dari persoalan dinasti tersebut.
    Ketika Umar di lantik menjadi khalifah , ia berkata pada ulama Al-Zuhri yang duduk disampingnya,"Aku benar-benar takut pada neraka". Umar sadar ia tidak mungkin melakukan perbaikan dalam tataran negara kecuali ia berani memulai dari diri sendiri dan keluarga. Dengan tekat besar itulah Umar memulai reformasi besar yang abadi dalam sejarah.
    Begitu selesai dilantik, Umar memerintahkan mengembalikan seluruh harta pribadinya, baik berupa uang maupun barang, ke kas negara. Tak terkecuali pakaiannya yang mewah. Ia juga menolak tinggal di istana, dan tetap menempati rumahnya. Sejak berkuasa ia tidak pernah lagi tidur siang, mencicipi makanan enak. Akibatnya, badannya yang semula kekar berisi menjadi kurus.
    Selesai dengan dirinya, berikutnya keluarga. Ia berikan dua pilihan pada sang istri,"Kembalikan seluruh perhiasan dan harta pribadimu kepada kas negara atau kita bercerai.". Fatimah binti Abdul Malik, sang istri memilih mematuhi suaminya.
    Langkah itu juga berlaku untuk anak-anaknya. Suatu saat putra putrinya protes. Sejak Umar menjadi khalifah mereka tidak pernah lagi menikmati makanan-makanan enak dan lezat seperti sebelumnya. Umar justru menangis sampai tersedu-sedu, lalu memberikan dua pilihan kepada anak-anak, "Saya beri kalian makanan enak dan lezat tapi kalian harus rela menjebloskan ayahmu ini ke neraka, atau kalian bersabar dengan makanan sederhana ini dan kita akan masuk surga bersama."
    Selanjutnya, Umar melangkah ke istana dan pejabat-pejabatnya yang menjadi bawahannya. Ia perintahkan untuk menjual semua aset-aset mewah di istana, dan mengembalikan ke kas negara. Lalu ia mencabut semua fasilitas mewah yang selama ini diberikan kepada pejabat negara dan keluarga, satu-persatu. Tak ayal, keluarga istana pun melakukan protes keras.
    Suatu saat mereka mengirim bibinya untuk menghadap Umar. Dengan harapan Umar bisa terenyuh mendengar rengekan seorang perempuan. Umar lantas meminta bibinya mengambilkan sebuah logam dan sekerat daging. Lalu dibakarnya logam tersebut, dan daging diletakkan di atasnya. Lalu Umar berkata pada sang bibi,"Apakah bibi rela menyaksikan saya dibakar di neraka seperti daging ini hanya untuk memuaskan keserakahan kalian? Saya tidak akan mundur dari jalan reformasi ini."
    Langkah ketiga dan keempat yaitu penghematan total dalam pengeluaran belanja negara dan redistribusi kekayaan negara secara adil . Dengan melakukan restrukturisasi organisasi negara, pemangkasan birokrasi, penyederhanaan sistem administrasi.
    Dua tahun lima bulan, reformasi ini menunjukkan hasil yang gemilang. Indikator kemakmuran mulai nampak, di antaranya ketika para amil zakat berkeliling di perkampungan-perkampungan Afrika. Mereka tidak menemukan seorangpun yang mau menerima zakat karena tidak ada satu pun golongan mustahik. Negara benar-benar mengalami surplus, bahkan ketingkat dimana biaya pendidikan anak, pernikahan warga, sampai-sampai utang-utang pribadi rakyatnya pun ditanggung oleh negara. Reformasi total telah telah dilaksanakan, keadilan dan kemakmuran telah diraih.

Rabu, 09 November 2011

Umar bin Abdul Azis dan Sang Putra

    Umar bin Abdul Azis adalah seorang tabiin yang terkenal dengan wara' dan sangat terhormat dikalangan para Ulama. Ia mendapat gelar Khalifah Rasyid yang kelima karena memerintah sesuai dengan sistem Khulafaur Rasyidin. Kekhalifahannya dimulai setelah kepemimpinan Sulaiman bin Abdul Malik.
    Sedari kecil, Umar bin Abdul Azis dikenal dengan kegemarannya menuntut ilmu. Saat di usia yang masih muda,Umar lebih suka bergaul dengan para pemuka ahli fiqih dan para ulama. Bahkan ia pernah diamanahkan untuk menjabat gubernur Madinah walaupun tidak lama.

Dibaiat menjadi khalifah
    Setelah wafatnya Sulaiman bin Abdul Malik, ia ditunjuk dan di baiat menjadi khalifah. Peristiwa ini berjalan unik, karena sebenarnya Umar sendiri tidak menyukai ia ditunjuk menjadi khalifah. Saat itu, ia mengumpulkan orang-orang di masjid untuk sholat berjamaah, kemudian ia berpidato. Setelah mengucapkan hamdalah dan bersholawat pada Nabi, iaberseru,"wahai manusia! Saya di uji untuk mengemban tugas ini tanpa dimintai pendapat, atau bukan permintaan dari saya, atau masyarakat kaum muslimin. Maka saat ini juga saya batalkan baiat yang kalian berikan pada diri saya dan selanjutnya pilihlah khalifah yang kalian suka!". Namun sesaat orang-orang yang hadir serempak mengatakan,"Kami telah memilih engkau wahai Amirul Mukminin. Perintahkanlah kami dengan kebahagiaan dan keberkatan!".
    Umar tertegun, kemudian ia berseru kembali,"Wahai manusia Barang siapa manaati Allah, wajib ditaati, siapa yang mendurhakai-Nya tidak boleh ditaati oleh seorangpun. Wahai manusia! Taatilah saya selama saya menaati Allah dalam memerintahmu dan jika saya mendurhakainya tidak seorangpun yang boleh mentaati saya." Kemudian ia turun dari mimbar.

Percakapan antara dia dengan putranya
     Sesampainya di rumah, Umar pergi ke tempat tidur untuk istirahat. Tetapi belum sempat membaringkan badan, putranya, Abdul Malik datang menghampirinya. Saat itu Abdul Malik masih berumur 17 tahun. Putranya bertanya,"apa yang kau lakukan wahai Amirul Mukminin?". Umar menjawab,"Putraku, aku hendak istirahat sebentar, dalam tubuhku tak ada kekuatan lagi,". Abdul Malik langsung menimpali,"Apakah engkau istirahat sebelum mengembalikan hak yang dirampas dengan jalan curang kepada yang punya?". Umar menjawab,"putraku, aku tadi bergadang mengurus pamanmu Sulaiman, besok dhuhur aku sholat dengan orang-orang dan insyaAllah akan mengembalikan hak-hak yang diambil secara curang itu kepada yang punya.". Oleh putranya Abdul Malik disanggah lagi,"siapa yang menjamin umurmu akan panjang sampai dhuhur wahai Amirul Mukminin?". Serta merta Umar berdiri, lalu mencium dan merangkulnya, seraya berkata,"Segala puji bagi Allah yang telah mengeluarkan dari tulang rusukku seseorsng yang menolongku dalam beragama.". Seketika itu juga dia memerintahkan untuk menyeru semua orang, barang siapa pernah dicurangi orang lain, agar melapor. Umarpun mengembalikan hak-hak yang dirampas dengan curang itu kepada yang berhak.

Keadilannya
    Umar pernah mengumpulkan sekumpulan ahli fiqih dan ulama, lalu mengatakan,"Saya mengumpulkan tuan-tuan ini untuk meminta pendapat mengenai hasil tindak curang yang dilakukan keluargaku," Mereka mengatakan,"Itu semua terjadi sebelum masa pemerintahanmu. Maka dosanya berada yang merampasnya."
    Umar tidak puas dengan pendapat itu dan mengambil pendapat kelompok lain, di dalamnya termasuk putranya Abdul Malik, yang mengatakan kepadanya,"Saya berpendapat, hasil-hasil itu harus dikembalikan kepada yang berhak, selama engkau mengetahuinya. Jika tidak dikembalikan engkau telah menjadi partner mereka yang merampasnya dengan curang.". Mendengar itu Umar puas dan langsung berdiri untuk mengembalikan hasil-hasil tindak kecurangan itu.

Wafatnya
    Masa pemerintahannya hanya berlangsung sebentar, hanya dua setengah tahun. Namun ia tercatat sebagai pemerinta yang adil kepada rakyatnya.

           (dari berbagai sumber)

Abu Darda', Ahli Hikmah yang Budiman

    Alkisah tersebutlah di kota Madinah berdiam seorang ahli hikmah dan filsuf yang mengagumkan. Dari dirinya memancar mutiara yang cemerlang dan bernilai. Ia senantiasa mengucapkan kata-kata indah kepada masyarakat sekelilingnya, Salah satunya yang tercatat dalam sejarah, kata-katanya:"Maukah kamu sekalian, aku kabarkan amalan-amalan yang terbaik. Amalan yang terbersih di sisi Allah dan paling meninggikan derajat kalian. Lebih baik dari memerangi musuh dengan menghantan batang leher mereka, lalu mereka pun menebas batang lehermu, dan malah lebih baik dari emas dan perak?"
    Para pendengarnya menjulurkan kepala mereka ke depan kerena ingin tau, lalu bertanya, "Apakah itu wahai, Abu Darda'?" Abu Darda' menjawab,"Dzikrullah!"
    Ahli hikmah yang mengagumkan ini bukannya menganjurkan orang menganut filsafat dan mengasingkan diri. Ia juga tidak bermaksud menyuruh orang meninggalkan dunia, dan tidak juga mengabaikan hasil agama ini yang telah dicapai dengan jihat fi sabilillah. Abu Darda' bukanlah tipe orang semacam itu, karena ia telah ikut berjihat mempertahankan agama Allah bersama Rasulullah SAW hingga datangnya pertolongan dan kemenangan merebut kota Mekkah.
    Pernah ibunya ditanyai orang tentang amalan yang sangat disenangi Abu Darda'. Sang ibu menjawab,"Tafakur dan mengambil i'tibar (pelajaran)." Pada saat memeluk Islam dan berbaiat pada Rasulullah SAW, Abu Darda' adalah seorang saudagar kaya yang berhasil di antara para saudagar kota Madinah. Dan sebelum memeluk Islam, ia telah menghabiskan sebagian umurnya dalam perniagaan, bahkan sampai Rasulullah dan kaum Muslimin lainnya hijrah ke Madinah. Tidak lama kehidupanya berbalik arah. "Aku tidak mengharamkan jual-beli. Hanyasaja, aku pribadi lebih menyukai diriku termasuk dalam golongan orang yang perniagaan dan jual-beli itu tidak melalaikan dari dzikir kepada Allah," ujarnya.
    Abu Darda' sangat terkesan hingga mengakar ke dasar jiwanya dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang berisi bantahan terhadap, "Orang yang mengumpul-ngumpulkan harta dan menghitung-hitungnya." (QS Al-Humazah:2-3). Ia juga sangat terkesan sabda Rasulullah SAW,"Yang sedikit mencukupi, lebih baik dari pada yang banyak namun merugikan." Oleh sebab itulah, ia kerap menangisi mereka yang jatuh menjadi tawanan harta kekayaan."Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari hati yang bercabang-cabang." Orang-orang bertanya,"Apakah yang dimaksud dengan hati yang bercabang-cabang itu?" "Memiliki harta benda di setiap lembah!" jawabnya. Ia menghimbau manusia untuk memiliki dunia tanpa terikat padanya. Itulah carapemilikan hakiki. Keinginan hendak menguasainya secara serakah, takkan pernah ada kesudahannya. Ini seburuk-buruknya corak penghambaan diri.
    Saat itu ia juga berkata,"Barangsiapa yang tidak pernah merasa puas terhadap dunia, maka tak ada dunia baginya." Bagi Abu Darda', harta hannyalah alat bagi kehidupan yang bersahaja dan sederhana, tidak lebih. Berpijak dari sini, maka manusia hendaknya mengusahakannya secara sopan dan sederhana, bukan dengan kerakusan dan mati-matian."Jangan kau makan, kecuali yang baik. Jangan kau usahakan kecuali yang baik. Dan jangan kau masukkan ke rumahmu kecuali yang baik!" ujarnya. Menurut keyakinannya, dunia dan seluruh isinya hanya semata-mata jembatan untuk menyeberang menuju kehidupan yang abadi.
      (disadur dari 101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni)