Rabu, 09 November 2011

Abu Darda', Ahli Hikmah yang Budiman

    Alkisah tersebutlah di kota Madinah berdiam seorang ahli hikmah dan filsuf yang mengagumkan. Dari dirinya memancar mutiara yang cemerlang dan bernilai. Ia senantiasa mengucapkan kata-kata indah kepada masyarakat sekelilingnya, Salah satunya yang tercatat dalam sejarah, kata-katanya:"Maukah kamu sekalian, aku kabarkan amalan-amalan yang terbaik. Amalan yang terbersih di sisi Allah dan paling meninggikan derajat kalian. Lebih baik dari memerangi musuh dengan menghantan batang leher mereka, lalu mereka pun menebas batang lehermu, dan malah lebih baik dari emas dan perak?"
    Para pendengarnya menjulurkan kepala mereka ke depan kerena ingin tau, lalu bertanya, "Apakah itu wahai, Abu Darda'?" Abu Darda' menjawab,"Dzikrullah!"
    Ahli hikmah yang mengagumkan ini bukannya menganjurkan orang menganut filsafat dan mengasingkan diri. Ia juga tidak bermaksud menyuruh orang meninggalkan dunia, dan tidak juga mengabaikan hasil agama ini yang telah dicapai dengan jihat fi sabilillah. Abu Darda' bukanlah tipe orang semacam itu, karena ia telah ikut berjihat mempertahankan agama Allah bersama Rasulullah SAW hingga datangnya pertolongan dan kemenangan merebut kota Mekkah.
    Pernah ibunya ditanyai orang tentang amalan yang sangat disenangi Abu Darda'. Sang ibu menjawab,"Tafakur dan mengambil i'tibar (pelajaran)." Pada saat memeluk Islam dan berbaiat pada Rasulullah SAW, Abu Darda' adalah seorang saudagar kaya yang berhasil di antara para saudagar kota Madinah. Dan sebelum memeluk Islam, ia telah menghabiskan sebagian umurnya dalam perniagaan, bahkan sampai Rasulullah dan kaum Muslimin lainnya hijrah ke Madinah. Tidak lama kehidupanya berbalik arah. "Aku tidak mengharamkan jual-beli. Hanyasaja, aku pribadi lebih menyukai diriku termasuk dalam golongan orang yang perniagaan dan jual-beli itu tidak melalaikan dari dzikir kepada Allah," ujarnya.
    Abu Darda' sangat terkesan hingga mengakar ke dasar jiwanya dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang berisi bantahan terhadap, "Orang yang mengumpul-ngumpulkan harta dan menghitung-hitungnya." (QS Al-Humazah:2-3). Ia juga sangat terkesan sabda Rasulullah SAW,"Yang sedikit mencukupi, lebih baik dari pada yang banyak namun merugikan." Oleh sebab itulah, ia kerap menangisi mereka yang jatuh menjadi tawanan harta kekayaan."Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari hati yang bercabang-cabang." Orang-orang bertanya,"Apakah yang dimaksud dengan hati yang bercabang-cabang itu?" "Memiliki harta benda di setiap lembah!" jawabnya. Ia menghimbau manusia untuk memiliki dunia tanpa terikat padanya. Itulah carapemilikan hakiki. Keinginan hendak menguasainya secara serakah, takkan pernah ada kesudahannya. Ini seburuk-buruknya corak penghambaan diri.
    Saat itu ia juga berkata,"Barangsiapa yang tidak pernah merasa puas terhadap dunia, maka tak ada dunia baginya." Bagi Abu Darda', harta hannyalah alat bagi kehidupan yang bersahaja dan sederhana, tidak lebih. Berpijak dari sini, maka manusia hendaknya mengusahakannya secara sopan dan sederhana, bukan dengan kerakusan dan mati-matian."Jangan kau makan, kecuali yang baik. Jangan kau usahakan kecuali yang baik. Dan jangan kau masukkan ke rumahmu kecuali yang baik!" ujarnya. Menurut keyakinannya, dunia dan seluruh isinya hanya semata-mata jembatan untuk menyeberang menuju kehidupan yang abadi.
      (disadur dari 101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar