Minggu, 13 November 2011

Haji Berkah Tanpa ke Makkah

    Makkah saat musim haji. Waktu siang yang terik, tersebutlah seorang ulama sufi, Abdullah bin Al-Mubarak sedang melepas penat di salah satu Masjidil Haram. Saat di antara tidur dan terjaganya, sayup-sayup ia mendengar perbincangan dua malaikat.
    Malaikat yang pertama bertanya pada temannya.
    "Berapa banyak orang yang berhaji pada tahun ini?".
    "Enam ratus ribu!" jawab temannya.
    "Lantas berapa banyak yang hajinya di terima oleh Allah?".
    "Hanya dua, Ibnu Mubarak dan Seorang tukang sepatu di Damsyiq yang bernama Muwaffaq. Sayang Muwaffaq tidak dapat datang ke tanah suci ini, ia hannya sampai di depan pintu rumahnya saja. Tapi justru berkat haji Muwaffaq inilah semua umat muslim yang melaksanakan ibadah haji pada tahun ini diterima ibadahnya".
    Adbullah bin Al-Mubarak kaget dan terbangun mendengar pembicaraan itu. Rasa penasaran meliputi benaknya. Bukan karena namanya yang disebut. Namun perhatiannya pada  sosok yang disebut-sebut bernama Muwaffaq. Siapa gerangan dia? Apakah yang telah dilakukannya hingga mencapai derajat yang mulia dan Allah menerima ibadah haji seluruh umat muslim karenanya? Padahal ia sendiri berhalangan hadir ke tanah suci.
    Setelah menyelesaikan ibadah hajinya, bergegas Ibnu Mubarak menuju Damsyik. Ia bertekat menyelidiki sekaligus menimba ilmu dari Muwaffaq. Sesampainya di depan pintu rumah Muwaffaq, Ibnu Mubarak sempat terpana. Muwaffaq yang dicarinya ternyata jauh dari gambarannya yang ia kira, sebagai seorang ulama ataupun seorang ahli ibadah. Muwaffaq hanya seorang laki-laki biasa. Sederhana bahkan terkesan polos. Dengan rasa ingin tahu yang besar , Ibnu Mubarak langsung menceritakan apa yang dialaminya di Masjidil Haram, sekaligus bertanya apa yang telah diperbuat oleh Muwaffaq hingga derajatnya mulia di sisi Allah.
    Selanjutnya mengalirlah sebuah rangkaian kisah yang menakjubkan dari mulut lelaki sederhana penambal sepatu ini:
    Muwaffaq, sebenarnya sudah lama ingin menunaikan ibadah haji. Dua belas tahun lebih ia menabung untuk bekal hajinya. Tapi karena kemiskinannya, bekal itu tidak pernah terkumpul. Hingga di tahun itu, Allah memberinnya rizqi dengan uang tiga ratus dirham hasil dari pekerjaannya membuat dan menambal sepatu. Dengan bekal uang itulah ia sudah berniat dan bersiap menunaikan ibadah haji .
    Menjelang hari keberangkatannya, ia berpamitan pada tetangga dan sanak saudaranya, sekaligus memohon doa. Saat perjalanan pulang dari rumah kerabatnya, istrinya mencium bau makanan di rumah seorang tetangganya. Istri Muwaffaq ingin sekali mencicipi makanan itu. Muwaffaq tidak ingin mengecewakan istrinya. Maka ia mengetuk pintu rumah tetangganya, yang ternyata seorang perempuan setengah baya. Saat ia meminta sedikit makanan untuk istrinya, secara mengejutkan perempuan itu berkata:"Maaf tuan, makanan ini halal untuk kami, tapi haram untuk Anda...!".
Muwaffaq perlahan menanyakan mengapa wanita itu berkata demikian.
    Akhirnya, wanita itu membuka rahasianya pada Muwaffaq.Sebenarnya ia adalah ibu dari anak-anaknya yang sudah yatim. Dan sudah tiga hari dirumah itu tidak ada makanan. Dan tidak ada seorang pun yang berkenan mengulurkan tangan untuk membantu kesulitan mereka. Di hari keempat, sang ibu keluar mencari makan untuk anak-anaknya. Sampai ia menemukan bangkai khimar (sejenis daging kuda) di tempat sampah, diantara sisa-sisa makanan. Dengan sangat terpaksa ia potong sebagian dagingnya dimasak sekedar untuk makan anak-anaknya. "Oleh karena itu aku katakan pada anda bahwa makanan itu halal untuk kami, tetapi haram bagi anda," jawab wanita itu.
    Mendengar jawaban wanita itu, Muwaffaq kembali kerumah. Diceritakannya pada sang istri perihal kesulitan yang dialami tetangga mereka. Istri Muwaffaq menangis dan mengangguk setuju saat Muwaffaq memutuskan menyerahkan seluruh uang bekal hajinya pada ibu itu. Diserahkannya uang itu. Semuanya."Belanjakan uang ini untuk anak-anakmu yang yatim itu!".katanya.
    Mendengar penjelasan Muwaffaq, pahamlah Ibnu Mubarak mengapa Muwaffaq sampai mendapat derajat yang mulia meski dia batal datang ke Makkah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar